Setiap provinsi pada umumnya memiliki sebuah rumah
adat sebagai ciri khas kebudayaannya, begitu juga dengan Maluku Utara. Jika
Anda sedang berkunjung ke Maluku Utara, sempatkan diri Anda untuk mengunjungi
rumah adat Hibualamo versi asli dan berukuran terbesar yang ada di Pulau
Kakara, Kabupaten Halmahera Utara. Rumah adat Hibualamo di Pulau Kakara ini
dipercaya sebagai tempat lahirnya kebudayaan Tobelo atau Tobelorese.
Dalam bahasa setempat, Hibua berarti rumah sedangkan
Lamo berarti besar sehingga apabila disatukan Hibualamo berarti rumah yang
besar. Rumah adat Hibualamo ini berfungsi sebagai pusat kegiatan masyarakat. Rumah
adat Hibualamo digunakan masyarakat setempat sebagai tempat menyatukan sepuluh
Hoana (suku) yang tersebar di daratan Halmahera, Pulau Morotai, dan Loloda.
Disini masyarakat membahas kepentingan bersama, penyelesaian masalah bersama,
perumusan kebijakan, serta peraturan adat yang menyangkut kepentingan
masyarakat. Disamping itu, rumah adat Hibualamo juga digunakan masyarakat
setempat untuk melangsungkan upacara adat menjelang memasuki masa panen atau
masa tanam, upaca pernikahan, maupun sebagai tempat penerimaan tamu.
Filosofi Arsitektur
Dibalik kemegahan rumah
adat Hibualamo, arsitektur dan warna yang digunakan memiliki filosofinya
tersendiri. Konstruksi atap rumah adat Hibualamo yang menyerupai perahu
mencerminkan kehidupan kemaritiman masyarakat Tobelo dan Galela yang umumnya
tinggal di pesisir. Bangunan rumah adat Hibualamo memiliki delapan segi dan
empat pintu untuk setiap arah mata angin utara, timur, barat, dan selatan.
Empat pintu masuk dari empat penjuru arah ini memiliki filosofi kesatuan dan
keterbukaan, yakni semua orang boleh berkunjung dan bermusyawarah di rumah adat
Hibualamo.
Rumah adat Hibualamo memiliki
empat unsur warna dengan arti masing-masing. Empat warna itu adalah merah,
kuning, hitam, dan putih. Warna merah mencerminkan semangat perjuangan
masyarakat Canga. Warna kuning berarti kecerdasan, kemegahan, dan kekayaan.
Warna hitam melambangkan solidaritas sedangkan warna putih melambangkan
kesucian.
Pembangunan Kembali
Rumah adat Hibualamo sebenarnya sudah ada sejak 600
tahun lalu. Namun, dikarenakan adanya masa penjajahan di Indonesia serta
ketentuan pada masa Orde Baru, yaitu masyarakat diharuskan menyelesaikan
hal-hal yang bersifat pemerintahan di Balai Desa, rumah adat Hibualamo menjadi
semakin ditinggalkan. Belakangan pemerintah membangun kembali rumah adat
Hibualamo di Jalan Bhayangkara sebagai simbol perdamaian konflik SARA pada
tahun 1999-2001. Walaupun sedikit berbeda dari arsitektur asli Hibualamo yang
berbentuk rumah panggung, rumah adat Hibualamo tersebut diresmikan
penggunaannya oleh pemerintah pada tahun 2007. Kini rumah adat Hibualamo dianggap
sebagai simbol perdamaian masyarakat Maluku Utara.
Referensi:
·
gpdwisataindonesia.blogspot.com
·
rumah-adat.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar